Di beberapa daerah di tanah air saat ini sedang dan akan berlangsung pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) guna memilih pemimpin baik bupati/walikota/gubernur terbaik.
Pemilihan kali ini terasa lebih spesial. Disebut demikian, karena tidak seperti suksesi kepemimpinan sebelumnya, dimana rakyat hanya bisa menyuarakan aspirasinya via "wakil" mereka di DPR, DPRD.
Pemilihan kali ini terasa lebih spesial. Disebut demikian, karena tidak seperti suksesi kepemimpinan sebelumnya, dimana rakyat hanya bisa menyuarakan aspirasinya via "wakil" mereka di DPR, DPRD.
Kali ini rakyat terjun langsung mengamati, memonitor, bahkan beberapa dari mereka menjadi bagian dari tim kampanye, tim sukses, atau apapun namanya. Suatu hal yang rasional.
Pun suatu hal yang logis, bila para kandidat beserta tim pendukungnya, dalam rangka menarik simpati pemilih maupun membangkitkan militansi (baca : kepercayaan) massa pemilih potensial, turun ke jalan dengan segala kelengkapan atribut kampanyenya (stiker, spanduk, baleho, kalender) dan mengusung visi, misi, serta program yang diyakini mampu mensejahterakan rakyat banyak.
Hanya saja, ada suatu hal yang perlu menjadi catatan, pertanyan, bahkan renungan bagi kita semua. Yakni, mampukah pilkada yang menelan dana (negara maupun perseorangan) dalam jumlah yang besar mengakomodir kepentingan rakyat banyak?
Atau bila pertanyaannya dipertajam" Mampukah pilkada membuat kita tetap kompak, menjaga persatuan serta tidak terkotak-kotak?
Atau sebaliknya, perhelatan akbar demokrasi yang bertujuan mulia ini, justru memberangus rasa persaudaraan, membuat kita intoleran dan bersikap masa bodoh dengan persatuan.
Bukan apa-apa. Pengalaman di banyak tempat, bahkan di negara yang mengklaim menjunjung tinggi demokrasi sekalipun, suksesi kepemimpinan via pemilihan umum, kadang diwarnai dengan kericuhan yang berujung dengan kerusuhan. Dan ini berarti suatu kerugian yang sangat besar.
Bukan berarti tulisan ini menegasikan pentingnya Pemilu atau pilkada, tidak sama sekali. Bagaimana pun, kita sudah menganggap demokrasi sebagai mekanisme pemerintahan, dan ini harus dijunjung tinggi serta diberi apresiasi yang sepatutnya oleh semua pihak. Tanpa kecuali.
Jawaban yang paling bijak, mungkin, adalah mengembalikan semua pertanyaan itu kepada kita semua. Kita semua sudah lelah dengan konflik, kerusuhan dan pertentangan, yang dulu pernah menghias keseharian kita.
Kita semua merindukan suasana kondusif yang sudah terbangun sekarang ini, berlanjut terus dalam untaian tali persaudaraan yang ikhlas, dan tidak tendensius. Semuanya demi kita juga.
Jadi, Pemilu dan Persatuan, bisakah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar