thanks for visiting my site

Senin, November 17, 2008

Iklan Hari Pahlawan, Pelajaran Berharga Bagi PKS

Partai Keadilan Sejahtera (PKS), beberapa hari terakhir menuai kecaman dan gugatan dari beberapa elemen masyarakat. Antara lain dari organisasi Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Hal ini terkait dengan penayangan iklan partai bernomor urut 8 itu di beberapa stasiun televisi.

Dalam iklan tersebut, PKS memasang foto para tokoh nasional seperti Soekarno, Muhammad Hatta, Muhammad Natsir, Ahmad Dahlan, Hasyim Asy’ari, Soetomo serta Jenderal Besar Sudirman. Celakanya, PKS juga menayangkan gambar mantan Presiden Indonesia yang pernah berkuasa selama 32 tahun, Soeharto. Inilah yang menjadi pangkal timbulnya kritik dan gugatan.

Terlepas dari jasa-jasa yang pernah ditorehkannya kepada bangsa ini, Soeharto masih tetap dianggap sebagai tokoh yang paling bertanggungjawab terhadap segala kejahatan kemanusiaan kepada anak bangsa ini. Karena itu, mensejajarkan Soeharto dengan tokoh-tokoh tersebut jelas merupakan sebuah tindakan yang kurang tepat.

"Pemuatan tersebut jelas-jelas pure bermuatan kepentingan politik jangka pendek PKS dan merugikan persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan budaya, sosial, dan keagamaan," demikian dalam siaran resmi PP Pemuda Muhammadiyah yang di tandatangani ketuanya Armyn Gultom, seperti yang dikutip dari Detik.com, Jumat (31/10/2008).

Sebelumnya, kecaman juga muncul dari Gerakan Pemuda Nahdhatul Ulama. Mereka tidak ingin pendiri mereka Hasyim Asy’ari disamakan dengan Soeharto. Kedua ormas terbesar di tanah air ini juga menuntut PKS agar segera menarik iklan tersebut dari televisi secepatnya.

Bagian dari Kampanye Politik

Setelah sempat berdalih alasan penayangan iklan tersebut untuk rekonsiliasi bangsa, akhirnya PKS mengakui bahwa iklan tersebut bertujuan meraih simpati massa sebanyak-banyaknya guna menghadapi Pemilu 2009 mendatang.

Hal itu dikatakan Sekjen PKS Anis Matta dalam diskusi Radio Trijaya, "Parpol Krisis Tokoh", Sabtu (15/11), di Jakarta.

Digunakannya gambar tokoh-tokoh itu, diakui Anis, tak meminta izin kepada keluarga ataupun kelompok-kelompok yang mengklaim 'memiliki' mereka.

"Memang enggak izin, karena itu domain publik. Kita tidak mengingkari (iklan) ini bagian dari kampanye politik untuk meraih dukungan. Kalau partai lain menjual tokoh, kami menjual ide," kata Anis.

Dampak

Menjelang pemilihan umum 2009, partai-partai politik di tanah air memang melakukan berbagai strategi guna meraup simpati dan dukungan massa sebanyak-banyaknya. Partai tak ubahnya menjadi counter hp yang memasarkan barang dagangannya dengan kemasan sedemikian rupa agar konsumen tertarik membeli. Walaupun, cara ini harus ditebus dengan harga mahal. Seperti yang dilakukan PKS.

Menurut penulis, dalam konteks politik, iklan rekonsiliasi ini dapat memberikan akibat wajar (konsekuensi logis) yang negatif bagi PKS. Alih-alih mendapat simpati, justru keberadaan iklan ini-apabila tidak segera ditarik dari peredaran-akan berdampak pada turunnya simpati pada partai berlambang bulan sabit dan bintang ini. Apalagi, bila kita setback, PKS justru lahir dari gerakan anti Soeharto pada masa reformasi digulirkan.

Cita-cita PKS yang berplatform religius sedikit banyaknya akan “terusik” karena ternyata PKS juga menokohkan Soeharto sebagai tokoh bangsa. Simpati kepada PKS juga tidak akan datang dari keluarga para korban tindak kekerasan dan pelanggaran HAM semasa Soeharto menjabat. Apalagi, sampai hari ini penyelesaian kasus kemanusiaan tersebut belum memuaskan. Belum lagi persoalan korupsi dengan Soeharto dan kroni-kroninya sebagai pelaku utama.

Pelajaran Berharga

Sejatinya, peristiwa ini merupakan pelajaran berharga bagi PKS, terutama para elitenya yang selama ini memakai sistem terpusat, agar lebih selektif lagi dalam meramu strategi pemasaran (baca : pencitraan) politik partainya.

Masih banyak cara yang dapat dilakukan untuk meraih simpati pemilih. Apalagi PKS selama ini dikenal sebagai partai yang bersih dan tak pernah terlibat dalam skenario “melukai perasaan publik “ seperti melakukan tindak kolusi, korupsi, dan nepotisme.

Yang harus dilakukan oleh PKS adalah konsisten dengan khittah perjuangannya dan tak pernah berhenti memberdayakan umat. Simpati, dukungan, bahkan pilihan akan datang dengan sendirinya bila PKS tetap istiqomah dengan kedua hal ini. Tapi, tentu saja, selagi kedua hal ini diramu dengan strategi yang selektif.



Read more.....

Jumat, November 14, 2008

Sumpah Pemuda, Kemerdekaan dan Pembangunan

Tanggal 28 Oktober 1928 sungguh bermakna penting dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Pada saat itu para pemuda yang terdiri dari berbagai suku, ras dan golongan (Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Perhimpunan Pelajar Indonesia) menyatakan tekad satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa. Kebulatan tekad ini kemudian dikenal dengan Sumpah Pemuda.

Cita-cita mereka saat itu begitu sederhana. Yakni ingin mewujudkan kemerdekaan Indonesia secepatnya. Walaupun dalam realitasnya keinginan tersebut baru tercapai 27 tahun kemudian, saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, namun spirit 28 Okober, selain spirit menjadi inspirasi perjuangan kala itu.

Kini , 80 tahun sudah ikrar Sumpah Pemuda dikumandangkan. Begitu pula, kita telah mengecap 63 tahun kemerdekaan lepas dari cengkeraman kaum penjajah. Apa hikmah yang bisa dipetik dari kedua peristiwa ini?

Tak lain adalah, kaum muda merupakan pelopor kebangkitan dan perubahan Indonesia. Sulit membayangkan bagaimana “wajah” Indonesia bila kaum mudanya tidak bangkit dan melakukan perubahan. Pun telah banyak kita baca dalam literatur, bagaimana peran utama pemuda dari berbagai penjuru dunia dalam perjuangan, baik secara fisik maupun lewat jalur diplomasi, organisasi sosial politik, dan intelektual.

Perang merebut dan mempertahankan kemerdekaan sejatinya memang merupakan ladang bagi tumbuh suburnya heroisme pemuda. Generasi muda yang hidup dalam suasana pergolakan akan cenderung memiliki kreativitas tinggi untuk melakukan perubahan atas berbagai kerumitan yang dihadapi.

Sebaliknya, para pemuda yang hidup dalam nuansa nyaman dan tenang, cenderung mempertahankan situasi yang ada tanpa berupaya melakukan perubahan kearah yang lebih baik dan produktif.

Tentu saja, sebagai generasi penerus, kaum muda kita tak harus berperang secara fisik dulu untuk meneladani serta melanjutkan spirit para pendahulu-muda-kita. Kendati demikian, di era keterbukaan saat ini tantangan bagi generasi muda kita lebih berat dan kompleks.

Sayangnya, kaum muda kita sekarang cenderung merupakan generasi yang terkesan tanpa semangat, terjebak dalam kehidupan yang hedonistik serta gamang mencari identitas kedirian mereka.

Karena itu, kaum muda perlu segera berbenah. Dimasa sekarang, spirit sumpah pemuda dan proklamasi kemerdekaan harus dimaknai ulang sebagai sebuah sistem untuk membangun kehidupan bangsa ke arah yang lebih baik.

Cita-cita Sumpah Pemuda dan Kemerdekaan harus diterjemahkan dengan prestasi dan kerja nyata. Syaratnya, kaum muda harus mendayagunakan segenap potensi dan kemampuannya, serta membekali dirinya dengan semua sarana yang memungkinkan mereka agar bisa mandiri baik secara personal maupun komunal. Keterlibatan dalam derap pembangunan dan pemberdayaan masyarakat menjadi suatu hal yang tak dapat ditawar-tawar lagi.

Disisi lain, pemerintah sebagai pengambil kebijakan pun mesti tanggap. Generasi muda perlu dilibatkan dalam setiap perencanaan pembangunan, sehingga pelayanan dapat lebih disesuaikan dengan sasaran yang ingin dicapai. Progresifitas kaum muda tak hanya penting dalam kerangka pemberdayaan, tapi juga memberikan kontribusi bagi penyiapan generasi selanjutnya, serta regenerasi kepemimpinan di masa mendatang. Semua ini bukan cuma untuk pemuda, tapi untuk kita juga, Rakyat Indonesia.
Read more.....

Kamis, November 13, 2008

2009, Palembang akan Perbanyak Sekolah Kejuruan

Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang pada 2009 mendatang rencananya akan menambah jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) lebih banyak dari Sekolah Menengah Atas atau SMA.

“SMA akan kita kurangi atau paling tidak sama, sebab terbukti angka pengangguran saat ini lebih banyak dari tingkat SMA,” kata Walikota Palembang Ir H Eddy Santana Putra MT,Eddy, usai menghadiri laporan komisi-komisi di DPRD tentang LKPJ Wali Kota 2007 di Ruang Rapat Paripurna DPRD Palembang, Rabu (20/8).

Saat ini, jumlah SMA di kota metropolis lebih banyak dibandingkan dengan sekolah kejuruan dengan rasio 70 persen berbanding 30 persen. Sayangnya, para lulusan SMA ini sangat minim keahlian sehingga susah bersaing untuk mendapatkan pekerjaan.

“Penambahan sekolah kejuruan ini penting agar lebih banyak menampung siswa yang siap kerja dan memiliki keterampilan lebih untuk berwirausaha. Lulusan SMK juga bisa terus melanjutkan ke perguruan tinggi,” kata Eddy.

Pemerintah dalam dua hingga tiga tahun mendatang menargetkan rasio SMK dan SMA bisa berimbang. Kendati untuk membangun SMK yang berkualitas memerlukan pendanaan lebih besar dibandingkan SMA. Karena fasilitas pendukung untuk praktik jauh lebih komplet, termasuk alat peraga, workshop, atau laboratorium.

“Pembangunan SMK akan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Bahkan, bila perlu SMA dapat diubah menjadi SMK dan hanya menambah sejumlah fasilitas pendukung praktik,” ujar Eddy sembari menambahkan, pihaknya saat ini sedang memproses pembelian tanah seluas 4 hektare milik PT Perumnas guna membangun SMKN di Talang Kelapa.

Sementara itu, Kasubdin SMP/SMA Dinas Pendidikan Kota Palembang Riza Fahlevi mengatakan, minat siswa yang akan masuk SMK di Palembang masih minim.

“Saat ini jumlah SMK hanya berkisar 23 sekolah,” ujar Reza.

Padahal, kata dia, SMK merupakan sekolah yang dapat menciptakan siswa berketerampilan lebih dan berdaya saing karena materi pelajaran yang terapkan lebih banyak praktik dibanding teori. (yat)

Read more.....

2010, Sumsel Akan Bangun Lapas Wanita

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan 2010 mendatang rencananya akan membangun lembaga permasyarakatan (Lapas) Kelas II A khusus wanita. Lapas ini diperkirakan dapat menampung sekitar 1.500 orang dan nantinya akan berlokasi di Rumah Tahanan (Rutan) di Jalan Merdeka saat ini.

“Sementara penghuni Rutan Merdeka akan dialihkan ke LP Kelas I Pakjo Palembang. Dan penghuni LP Pakjo akan dipindahkan ke LP Merahmata, Kabupaten Banyuasin,” terang Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Sumsel Chairudin Indris, Selasa (12/8).

Pengalihan fungsi Rutan Merdeka, menurut Chairudin, karena Sumsel sama sekali belum memiliki LP khusus wanita. Selama ini para narapidana (napi) wanita di gabung dengan penghuni lapas lain di 16 rutan dan lapas yang tersebar di Sumsel.

”Padahal, dari 16 lapas dan rutan sebagian di antaranya mengalami over capacity,” ujar Chairudin.

Untuk mengantisipasinya, kata Chairudin, pihaknya kini tengah membangun Lapas Kelas I di Merahmata, Kabupaten Banyuasin. Pembangunan LP Merahmata ini sudah dimulai sejak 2005 dengan dana yang bersumber dari APBN sebesar Rp 20 miliar.

”Kini pengerjaan pembangunan LP sudah mencapai 70 persen. Selain itu, dilakukan pula perehabilitasian di sejumlah rutan dan LP. Yaitu LP Kelas II A Lubuklinggau, LP Kelas II B Muaraenim, LP Kelas II B Sekayu, dan Cabang Rutan Martapura,” jelasnya.

Kelebihan Daya Tampung

Sementara itu, berdasarkan laporan dari departemen Hukum dan HAM Sumsel pada akhir Juli 2008, jumlah napi di 16 lapas dan rutan di Sumsel ternyata mengalami over kapasitas. Jumlah napi mencapai 6.233 orang, sedangkan daya tampung hanya 4.089 orang.

”Bahkan, beberapa napi terpaksa dipindahkan ke LP lain di wilayah hukum yang berbeda,” kata Kepala Divisi Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM Sumsel Abdul Malik.

Disisi lain, Anggota DPRD Sumsel dari Fraksi PDI-Perjuangan Fahlevi Maizano merespon positif upaya Kanwil Departemen Hukum dan HAM yang telah membangun LP Kelas 1 di Banyuasin. (yat)

foto : google
Read more.....

Ganti Lampu, Bundaran Air Mancur Lebih Indah

• Berkilau empat warna
• Hemat daya hingga 4000 watt

Kawasan Bundaran Air Mancur (BAM) depan Masjid Agung Palembang dipastikan akan bertambah indah dan menarik. Ini setelah PT Philips Indonesia memberikan bantuan kepada Pemerintah Kota Palembang berupa 16 lampu sorot berteknologi Light Emited Diode (LED) yang lebih hemat energi, berwarna dan tahan lama.

Selain itu, PT Philips Indonesia juga menyerahkan 1.000 unit lampu 14 watt untuk di bagikan pemerintah kota kepada warga sekitar. Lampu ini terangnya setara dengan 75 wat lampu biasa. Bantuan itu diserahkan langsung CEO and VP Philips ASEAN, Paul Peeters, di dampingi Rob Flecther, CEO Philips Indonesia, kepada Walikota Palembang, Ir H Eddy Santana Putra MT, di Gedung Pemkot Palembang, Selasa (19/8).

“Selama ini, lampu Air Mancur hanya itu saja. Dengan lampu baru ini, bisa berubah-rubah warna. Kita pelajari dulu, apakah dapat digunakan dan mengganti lampu yang ada. Mungkin bisa digunakan disebelah kiri jembatan Ampera yang mengarah ke pasar 16 Ilir,” kata Eddy Santana, usai penyerahan sekaligus penandatangan kesepakatan bersama.

Eddy mengucapkan terima kasih kepada PT Philips yang terus berkomitmen dengan pemerintah kota. Eddy bahkan menawarkan kepada Paul Peeters untuk menanamkan investasinya di Palembang dan pihaknya berjanji akan memberikan kemudahan perizinan.

“Kita berharap PT Philips juga mau menamkan investasi di Palembang, kita juga komitmen untuk menggunakan lampu-lampu dari Philips,” ujar Eddy.

CEO and VP Philips ASEAN, Paul Peeters mengatakan bantuan yang diberikan merupakan komitmen dari pihaknya untuk menyukses program-program Pemerintah Kota Palembang seperti program Visit Musi 2008.

Pada sisi lain, Kristovo Rus, Project Dealer Philips Palembang, mengatakan, sistem LED mengunakan beberapa warna dasar, seperti merah, hijau dan biru. Warna tersebut akan di kombinasikan dengan sistem komputerisasi sehingga dapat menampilkan ribuan warna yang menarik.

Meski begitu, menurut Direktur PT Philips Indonesia Rob Flecther, lampu di luar ruangan system LED ini ternyata tidak diperjualbelikan secara bebas.

“Harganya pun tergantung dari warna-warna yang ditampilkan. Makin banyak warna, makin mahal harganya,” katanya.

Lebih hemat

Dengan empat warna dasar yang dapat digabung menjadi ribuan warna, BAM akan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung maupun warga yang melintas. Menariknya, kehadiran lampu hemat energi ini juga membuat pemerintah dapat berhemat.

“Selama ini ada 16 lampu sorot di BAM. Daya yang digunakan mencapai 400 wat/lampu juga merek Philips. Sekarang sudah diganti dengan 16 lampu LED, dayanya hanya 70 watt/lampu. Total penghematan mencapai 4.000 watt tiap penggunaan,” terang Kepala Dinas Penerangan Jalan, Sarana Utilitas dan Pertamanan Kota Palembang, Ir H Taufik Sya’roni.

Dengan penghematan sebanyak 4.000 wat, Taufik mengharapkan jumlah tagihan lampu jalan, dapat berkurang

“Ada 16.000 unit lampu di jalanan kota. Jumlah tagihan mencapai Rp1,9 M. Mudah-mudahan, tagihan ke PLN dapat dikurangi,” katanya. (yat)


Read more.....

14 Tiang Untuk Jembatan Ampera

Jembatan Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera) yang di bangun sejak 1962 memang saat ini kondisinya masih kokoh sebagai lalu lintas transportasi di kota metropolis. Kendati demikian, beberapa tahun ke depan tidak ada jaminan jembatan ini kondisinya masih tetap stabil.

Karena itu, PT Partono Foundas Eng Consultant (PT PFEC) menawarkan pembangunan struktur fender (dolphin). Pembangunan struktur fender dimaksudkan untuk menjaga agar kapal atau tongkang yang melintas di bawah Jembatan Ampera tidak menumbuk secara langsung pilar Jembatan Ampera yang berakibat kerusakan pada struktur jembatan tersebut.

“Konsep fender yang ditawarkan PT PFEC yaitu fender yang ekonomis berbentuk oval dengan panjang 17 meter dan lebar 9 meter. Tiang pancangnya dari pipa baja dan direncanakan sebanyak 14 buah dengan diameter 1 meter. Konfigurasi tiang pancangnya akan dipasang tegak dan miring sesuai dengan perkiraan arah tumbukan kapal,” terang Direktur PT PFEC Dr Ir FK Supartono, saat presentasi di di Ruang Rapat Gubernur Sumsel, beberapa waktu lalu.

Hadir pada acara ini Sekda Provinsi Sumsel Musyrif Suwardi, Asisten I Pemprov Sumsel Abdul Shobur, Kadishub Kota Palembang Syaidina Ali, Perwakilan PT BA, Perwakilan Pelindo, Bappeda, PU Bina Marga, PU Pengairan, PU Cipta Karya, serta pihak-pihak terkait lainnya.

Supartono menerangkan, struktur ini ditawarkan ini setelah pihaknya melakukan beberapa survey. Antara lain survei bathimetri (kedalaman dasar sungai), survei kecepatan arus sungai Musi, koleksi data penyelidikan tanah, konsep dan kriteria perencanaan, modelisasi struktur, analisis struktur, desain struktur fender, dan gambar rencana struktur.

Dimensi fender terdiri dari pelat beton setebal 1,5 meter, balok beton berukuran 0,6 meter x 2,8 meter mengelilingi pelat beton dan tiang pancang dari 14 pipa baja diameter 1 meter dan tebal 16 milimeter.

”Perencanaan dilakukan berdasarkan suatu metode energi dimana energi kinetik dari kapal atau ponton yang menumbuk akan diserap sebagian oleh fender,” kata Supartono.

Ditabrak 50 Kali Tetap Aman

Struktur tersebut dengan spesifikasi tongkang berkapasitas 6500-7500 ton dengan panjang 92 meter dan lebar 25 meter. Pada beban tersebut, diperkirakan kedalaman tongkang akan mencapai -5,5 meter. Spesifikasi tiang pipa baja berdiameter 1 meter, tebal pipa 16 mm, mutu baja SS400, tegangan putus 400 MPa, tegangan leleh 240 MPa, tegangan ijin 160 MPa, dan proteksi karat menggunakan pembungkus serat sintetik setebal 1 mm.

”Kondisi terburuknya, bila ponton meluncur tanpa kendali mengikuti kecepatan arus 0,7 meter/detik, gaya tumbukan kapal ke fender diperkirakan 1,96 juta newton meter (Nm). Karena adanya tahanan air pada tiang-tiang fender maka gaya tersebut di perkirakan berkurang menjadi 1,47 juta Nm. Dan fender yang tepat menurut kita adalah super arch fender jenis SV1000H grade V1,” terang Supartono.

Supartono menjelaskan, struktur fender yang akan dibangun selama 4 bulan ini di harapkan dapat memproteksi keamanan pilar-pilar Jembatan Ampera. Bahkan menurut dia, meskipun sampai pada hitungan 50 kali ditabrak, kondisi Ampera akan tetap aman.

“Telah dilakukan simulasi tumbukan tongkang/kapal terbesar (sesuai dengan data yang diberikan PT BA) yang menumbuk pada fender dalam 4 variasi tumbukan dengan asumsi kapal/tongkang bergerak tidak terkendali sesuai dengan kecepatan arus sungai normal (dari hasil pengukuran). Hasil analisa, usai terjadinya tumbukan antara kapal dengan fender, deformasi (lendutan) dolphin sesaat diperkirakan 10-17 cm,” kata Partono sembari mengingatkan, kendati fender ini sudah kuat bukan berarti boleh ditabrak-tabrak.

Asisten I Pemprov Sumsel, Abdul Shobur mengatakan pada prinsipnya Pemprov menyambut baik rencana pembangunan fender ini, namun perlu pembicaraan lebih lanjut terkait masalah pendanaan.

“Kita perlu ada koordinasi lagi mengenai pendanaan. Apakah biaya membangun fender ini dibebankan kepada Pemprov, Pemkot Palembang atau ada pihak-pihak lain yang berkepentingan seperti PT BA yang kapalnya selalu melalui jembatan atau pihak swasta lainnya,” kata Shobur.

”Kita ingin pembangunan ini konkrit dan dananya tersedia hingga bisa segera di lakukan,” tambah Shobur.

Sementara itu, Direktur Operasi Distribusi PT BA Milawarman mengatakan dana untuk pembangunan fender tersebut diperkirakan Rp 10 miliar. Namun, untuk mulai pembangunan masih perlu koordinasi lebih lanjut terkait proses tender pengerjaan, pendanaan, serta konsultan pengawasan.

“Masih akan dibahas lebih lanjut, termasuk paparan ini,” ujarnya. (yat)


Read more.....

Bagian Tengah Jembatan Ampera akan Difungsikan

Jembatan Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera) merupakan jembatan kebanggaan masyarakat Sumsel.

Jembatan terpanjang di Pulau Sumatera dan mulai dibangun pada 1962 di masa Presiden RI Pertama Ir. Soekarno ini dikenal unik dan memiliki banyak keistimewaan.

Bagian tengah jembatan ini dulunya dapat diangkat ketika sebuah kapal besar melintas. Terdapat juga sebuah lift untuk menaiki menara dan menikmati pemandangan indah di sekitarnya. Sayang, jembatan yang pengerjaannya selesai pada 1965 di masa penjajahan Jepang ini, karena faktor usia sekarang tidak berfungsi lagi.

Karena itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Pemprov Sumsel) berkeinginan memfungsikan kembali sistem hidraulik pengangkatan bagian tengah dan lift menara jembatan Ampera. Bila sistem pengangkatan difungsikan banyak manfaat yang akan diperoleh.

“Misalnya pada momen tertentu, kita angkat bagian tengah jembatan dan dimeriahkan dengan acara tertentu. Tentu akan menjadi daya tarik tersendiri bagi Kota Palembang,” ujar Asisten Pemerintahan Setda Prov Sumsel H Abdul Shobur.

Pun apabila lift difungsikan, kata Shobur, maka kian menarik minat bagi para pengungjung maupun wisatawan yang ingin menikmati Ampera dari atas menara.

“Tetapi semua itu masih membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama, tetapi layak dipikirkan,” ujarnya.

Secara teknis, dalam estimasi Kepala Satuan Kerja Nonvertikal Tertentu Jalan dan Jembatan Kota Palembang Aidil fiqri, setidaknya dibutuhkan dana sebesar Rp 200 hingga 300 miliar guna merenovasi serta memfungsikan kembali Jembatan Ampera seperti sediakala.

“Untuk mewujudkan itu semua, diperlukan sumber pendanaan yang sangat besar yang hampir menyamai biaya pembangunan jembatan baru,” tegas Aidil.

Sementara itu, menurut Kepala Bappeda Palembang Lukman Hakim, wacana renovasi Jembatan Ampera meski menelan dana yang sangat besar sangat dimungkinkan.

“Asalkan didukung dengan penyiapan infrastruktur pendukung, seperti jembatan pendamping yang lain, seperti Jembatan Musi III,” kata Lukman. (yat)

caption :
bagian tengah Jembatan Ampera yang dulunya bisa diangkat. Karena faktor usia, bagian tengahnya tidak berfungsi lagi.
foto by : net
Read more.....

Rabu, November 12, 2008

Bung Tomo, Pekik "Merdeka atau Mati"

"Saudara-saudara rakyat Surabaya.
Bersiaplah! Keadaan genting.
Tetapi saya peringatkan sekali lagi.
Jangan mulai menembak.
Baru kalau kita ditembak.
Maka kita akan ganti menyerang mereka itu.
Kita tunjukkan bahwa kita itu adalah orang yang benar-benar ingin merdeka.
Dan untuk kita saudara-saudara.
Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.
Semboyan kita tetap.
Merdeka atau mati.
Dan kita yakin, Saudara-saudara.
Akhirnya, pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita.
Allah selalu berada di pihak yang benar.
Saudara-saudara!Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!

Kalimat diatas merupakan isi pidato dari Sutomo, lebih dikenal dengan Bung Tomo. Pidato yang di ucapkan penuh semangat dan berapi-api tersebut, terbukti mampu membangkitkan semangat rakyat Surabaya dalam melawan penjajah Belanda melalaui tentara NICA-nya. Perlawanan gigih pada 10 November 1945 tersebut kemudian di peringati sebagai Hari Pahlawan.

Siapa sebenarnya Sutomo?

Masa Muda

Sutomo dilahirkan di Kampung Blauran, di pusat kota Surabaya, 3 Oktober 1920. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Sementara ibunya adalah wanita berperangai lembut yang berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda dan Madura.

Sutomo dibesarkan di rumah yang sangat menghargai pendidikan. Bicaranya lantang, terus terang dan penuh semangat. Sutomo muda dikenal sebagai seorang pekerja keras. Ia tak pernah sungkan melakukan berbagai pekerjaan selagi ia mampu.

Pendidikan awal ditempuhnya di Sekolah Rakyat (SR), kemudian MULO, dan terakhir di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

"Saat kuliah Bung Tomo sempat berhenti beberapa kali karena terlibat gerakan perjuangan. Ia masuk tahun 1957 dan menyelesaikannya pada 1969," kata pengamat sejarah Syafaruddin SPd, SH.

Sutomo kemudian bergabung dengan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Prestasinya di organisasi ini sangat baik. Pada usia 17 tahun, ia menjadi populer ketika berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda. Sebelum pendudukan Jepang pada 1942, peringkat ini hanya dicapai oleh tiga orang Indonesia.

Sutomo pernah pula bekerja sebagai wartawan. Ketika empat tokoh yaitu Soemanang, AM Sipahoetar, Adam Malik dan Pandu Kartawiguna mendirikan Kantor Berita Antara, Sutomo menjadi wartawan ANTARA di Surabaya, selain juga bekerja untuk Asia Shimbun.

Ia kemudian bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial. Ketika terpilih pada 1944 untuk menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang disponsori Jepang, hampir tak seorang pun yang mengenal Sutomo. Namun semua ini mempersiapkan Sutomo untuk peranannya yang sangat penting satu tahun berikutnya.

Iman dan Perjuangan yang Teguh

Saat itu, situasi politik di tanah air tidak menentu. Belanda mencoba “comeback” menjajah Indonesia lewat tentara NICA. Sikap pemerintah yang terkesan lambat dan lebih banyak memilih jalur diplomasi, membuat Sutomo bersama para pejuang lain mendirikan Barisan Perjuangan Rakyat Indonesia (BPRI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Tujuannya hanya satu, mempertahankan kemerdekaan negara kita yang baru berusia beberapa bulan.

Sutomo dalam setiap kesempatan senantiasa menekankan kepada anggota kelompok pejuang ini agar dekat kepada Allah Yang Maha Esa. Bagi Sutomo, keimanan adalah landasan berjuang yang maha penting. Contoh berikut ini adalah bukti bila keimanan yang kokoh akan berbuah manfaat. Dalam sebuah perjalan gerilya pada Oktober 1945, Sutomo dan para pejuang telah terkepung dengan pesawat-pesawat tempur Belanda.

Dengan kecemasan yang tinggi seorang rekan Bung Tomo meminta untuk mundur dan mencari pepohonan yang rindang, sedangkan pepohonan itu hanya ada di posisi yang jauh. Maka Bung Tomo berusaha menenangkan mereka

"Tenanglah, pertolongan Allah akan datang, kita telah merelakan diri kita untuk negara dan Agama ini. Merdeka atau Mati Syahid. Allaahu Akbar!!".

Slogan perjuangan sekaligus keimanan yang selalu digemakan Sutomo ini terbukti efektif. Luluh-lah rasa takut pada diri para pejuang mendengar semangat dan keihlasan Sutomo memohon perlindungan kepada Rabb-nya.

Apa yang terjadi? Sesaat setelah mengucapkan kata-kata tersebut, gumpalan awan hitam menutupi Sutomo dan rekan seperjuangan sehingga pesawat terhalang pandangannya kebawah dan akhirnya meninggalkan tempat tersebut tanpa memuntahkan amunisinya.

Pecahnya peristiwa 10 November 1945 dipicu oleh ultimatum Tentara Sekutu yang di keluarkan Mayor Jenderal Mansergh, pengganti Brigadir Jenderal Mallaby yang terbunuh dalam sebuah kontak bersenjata. Isi ultimatum menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan diatas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945. Bagi para pejuang dan rakyat, pernyataan ini merupakan penghinaan. Sebab, Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri (walaupun baru saja diproklamasikan), dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai alat negara juga telah dibentuk. Karena itu terjadilah pertempuran.

Disinilah peran Bung Tomo sangat kentara. Pekik “Merdeka Atau Mati” yang diucapkannya mampu membakar semangat sehingga seluruh pemuda di Surabaya bangkit melakukan perlawanan. Peristiwa bersejarah itu bermula dari perobekan warna biru pada bendera Belanda di Hotel Yamato atau Hotel Orange (sekarang Hotel Majapahit) di Surabaya pada 27 September 1945.

"Seluruhnya itu benar-benar seluruhnya, termasuk para pemuda dari berbagai daerah yang saat itu tinggal di kota Surabaya, juga para ’bondo nekat’, maling, begal, perampok dan sebagainya. Bung Tomo mampu membangkitkan nasionalisme mereka," kata Syafaruddin.

Ia juga mengatakan, kepahlawanan Bung Tomo antara lain ditulis oleh Ktut Tantri dalam dua bukunya, masing-masing berjudul "The New Paradise" (1957) dan "Revolusi di Nusa Damai" (Gramedia, 1982).

Ktut Tantri adalah wanita Amerika Serikat keturunan Inggris yang datang ke Bali untuk belajar melukis. Belakangan ia diangkat anak oleh Raja Bali dan diberi nama Indonesia.

Dalam sejarah perjuangan, Bung Tomo termasuk lima pendiri Tentara Keamanan Rakyat. Empat pendiri lainnya adalah Jenderal Sudirman, Jenderal Urip Sumoharjo, Laksamana Laut Natzir, dan Mayor Sungkono.

Setelah Kemerdekaan

Selepas masa perjuangan, Bung Tomo menjalani karier militer dan politik. Bung Tomo pernah diangkat menjadi mayor jenderal dan menempati pucuk pimpinan Tentara Nasional Indonesia (TNI) bersama Jenderal Soedirman.

Dia bertugas sebagai Koordinator Bidang Intelijen dan Perlengkapan Perang untuk Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Angkatan Laut. Ketika diminta memilih untuk terus berpidato atau menjadi jenderal oleh Menteri Pertahanan Amir Syarifudin, Bung Tomo justru memilih menanggalkan pangkat jenderalnya. "Persetan, ora dadi jenderal ya ora pateken," ujarnya dalam logat Surabaya seperti tertulis dalam buku Sulistina Sutomo, Bung Tomo Suamiku, Biar Rakyat yang Menilai Kepahlawananmu, Visimedia, 2008 (Cetakan II).

Selain sebagai Koordinator Bidang Intelijen dan Perlengkapan Perang, Bung Tomo juga pernah menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/ Veteran/Menteri Sosial Ad Interim (1955-1956), anggota DPR (1956-1959), Ketua II Mabes Legium Veteran, dan pendiri Partai Rakyat. Berkat jasa-jasanya, Bung Tomo dianugerahi Satya Lencana Kemerdekaan dan Bintang Gerilya.

Meski kiprah politiknya tak berlangsung lama, Bung Tomo dikenal sebagai sosok yang tak kenal takut kepada siapa pun, termasuk penguasa. Kiprah Bung Tomo sendiri di kancah politik bukan sebagai representasi ambisi kekuasaan, tetapi lebih pada bentuk lain pengabdian bagi bangsa dan negara.

Dapat Gelar Pahlawan Nasional

Bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008, pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Bung Tomo. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta. Selain Bung Tomo, gelar serupa juga diberikan kepada Mohammad Natsir dan KH Abdul Halim.

Persoalan gelar pahlawan nasional untuk Bung Tomo memang sempat mencuat sebagai kontroversi. Maklum, sejak 1982--setahun setelah wafatnya--, masyarakat Jawa Timur mengajukan permohonan agar nama Bung Tomo dimasukkan dalam daftar pahlawan nasional. Namun, pemerintah saat itu dengan sejuta dalih menolaknya. Setelah 26 tahun berlalu, lewat Keputusan Presiden Nomor 041/TK/TH 2008 pada 6 November lalu, gelar itu pun diberikan.

Peneliti sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Taufik Abdullah bisa memaklumi mengapa proses penentuan gelar pahlawan nasional kepada Bung Tomo butuh waktu lama. Sebab, di Indonesia gelar pahlawan nasional masuk dalam ranah hukum yang harus mengikuti perundang-undangan yang berlaku lewat sebuah proses panjang. Diawali dari pengajuan daerah asal, kemudian harus diikuti oleh seminar yang membahas tokoh yang bersangkutan.

Di samping itu, harus ada buku yang ditulis secara ilmiah yang mengungkap peran kepahlawanan sang tokoh sebelum akhirnya ditetapkan dalam surat keputusan presiden.

Setidaknya, untuk menyandang gelar pahlawan nasional, seseorang harus "bersentuhan" dengan sejumlah sumber hukum, di antaranya UU No 33 Prps Tahun 1964 tentang Penetapan Penghargaan dan Pembinaan terhadap Pahlawan, UU No 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, PP No 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom,PP No 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.

Pada masa Orde Lama, gelar pahlawan bisa langsung melekat kepada sang tokoh ketika ditetapkan Presiden Soekarno. Ketika dianggap layak0 mendapat gelar pahlawan, gelar itu langsung melekat kepada tokoh yang bersangkutan. Berbeda halnya dengan masa Orde Baru, mereka memberlakukan kebijakan lebih ketat.

Menanggapi kasus Bung Tomo, Taufik menilai sisi lain kehidupan Bung Tomo yang berkiprah di dunia politik menjadi salah satu persoalan mengapa gelar kepahlawanan lama diberikan. Maklum, Bung Tomo dikenal sebagai sosok yang juga pernah berseberangan secara politis dengan penguasa Orde Lama dan Orde Baru. Terbukti, Bung Tomo pernah dipenjara beberapa tahun terkait keterlibatannya di peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari).

"Mungkin karena itulah kenapa sosok Bung Tomo dilupakan," ujar Taufik.

Selama ini, keluarga besar Bung Tomo juga tidak pernah mempermasalahkan gelar tersebut. Bagi sebagian orang, gelar pahlawan nasional bisa menjadi sesuatu yang berprestise, tetapi tidak bagi Bung Tomo. Dia menginginkan dirinya menjadi pahlawan rakyat, sebagaimana yang dituliskan sang istri: "Biar rakyat yang menilai kepahlawananmu."

Riwayat Bung Tomo berakhir ketika ia meninggal dunia di Padang Arafah dan dikuburkan di Wadi, Madinah, Arab Saudi, Pada 7 Oktober 1981. Dua tahun kemudian makamnya dibongkar dan tulang-tulangnya dibawa pulang untuk dimakamkan kembali di tanah kelahirannya. Bung Tomo tidak dimakamkan di Makam Pahlawan, melainkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel di Surabaya. Bagi Bung Tomo, seorang pejuang harus dekat dengan rakyat dan matinya pun harus bersama rakyat jelata. (yat/disarikan dari berbagai sumber)


Read more.....